Sahabatku, di atas
adalah cerita lucu sebagai iftitah pertemuan kita sekarang. Tuhan berfirman
dalam Surat Al Hujurat ayat 12 :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا
اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ
Artinya adalah
Wahai sekalian orang beriman, jauhilah kebanyakan dari
prasangka. Sungguh, sebagian dari prasangka itu adalah dosa.
Dari ayat tersebut, ada informasi
yang dapat dimaknai dan diejawantahkan dalam keseharian.
- Ayat
ini turun di Madinah dengan tanda sapaan kepada orang-orang beriman. Ini
menunjukkan bahwa oramng mukmin pun, yang notabenenya beriman kepada
Allah, mempercayai dan mengakui siksaan Allah berupa neraka, dan hari
kiamat tidak terlepas dari aktivitas ini (baca : prasangka). Apakah
prasangka adalah karakter manusia? Wallahu a’lam.
- Allah
memerintahkan jauhilah bukan tinggalkan, artinya ada
kemungkinan untuk melakukannya, atau Allah menjaga kita agar terbebas dari
efek negatif dari kegiatan prasangka.
- Allah
berfirman, bahwa sebagian dari prasangka adalah dosa. Ini adalah indikasi
bahwa ada juga prasangka yang diperbolehkan. Kemudian kita mengenal
istilah su’udzon (prasangka buruk) dan husnudzon (prasangka baik).
Bagaimana dengan penyidik dalam dunia hukum? Apakah tindakan mereka adalah
suatu perbuatan dosa? Bagaimana menurutmu.
Sahabatku, karena prasangka Umar
bin Khatab dimarahi oleh seseorang. Saat itu Umar sedang berjalan-jalan, lantas
dalam perjalanannya ia mendengar muda dan mudi bersuara agak lebay, melengking,
kemungkinan bercumbu dalam sebuah rumah. Tanpa basa-basi umar merangsek masuk
ke dalam rumah tersebut. Setelah itulah, Umar mendapat marah.
“Umar, kamu telah melakukan 3
kesalahan, pertama adalah kamu masuk rumah ini tanpa lewat pintu, kedua kamu
tidak mengucapkan salam saat masuk dan yang ketiga adalah kamu telah
berprasangka”.
Dalam hukum positif di Indonesia,
dikenal dengan asas praduga tak bersalah, namun yang terjadi adalah yang diduga
sudah seakan-akan menjadi pelaku kesalahan. Bahkan tanpa bukti dan tanpa surat
perintah penangkapan, orang pun bisa diciduk oleh para polisi. Ketika tidak
terbukti bersalah, polisi hanya menyampaikan surat permintaan maaf karena salah
tangkap. Realita yang terbolak-balik dari aturan yang manusiawi. Islam tidak
menggunakan asas praduga tak bersalah. Islam menggunakan saksi dan bukti
sebagai landasan penangkapan atau penghukuman atas seseorang. Tanpa itu, tiada
hak untuk melakukan sesuatu atas seseorang.
Berkaitan dengan pemaknaan ada
sebagian prasangka yang doperbolehkan, misalnya prasangka seorang penyidik
hukum. Skill itu wajib untuk dimiliki untuk menelisik banyak alibi si tertuduh
dalam melakukan tindakan kejahatan. Prasangka buruk diperbolehkan dengan syarat
tidak ada niat untuk menuduh, namun niat untuk menggali informasi sedalam dan
setajam mungkin.
Sahabatku, ada husnudzon dan ada
su’udzon. Keduanya diperlukan di saat dan kondisi yang berbeda. Namun perlu
selalu diingat, bahwa informasi yang masih belum tentu benar salahnya adalah
hal yang samar. Jika ternyata informasi menyebabkan madhorot bagi obyek yang
kita bicarakan, maka itu sudah termasuk ghibah. Dan fatalnya, jika ternyata
informasi itu salah, maka ia masuk kategori fitnah. Naudzubilah. Maka,
tabayyunkan apapun yang masih samar. Karena ini adalah hal yang riskan. Semua
kita lakukan demi kebaikan kita dan orang di sekitar kita.
0 komentar:
Posting Komentar