Minggu, 25 November 2012

Kepemimpinan Perempuan dalam Islam



Sahabat, ada sebuah hadist yang mengundang kontroversi, diriwayatkan oleh Bukhori, An Nasa’i, Tirmidzi dan Ahmad, yang berbunyi
“Dari Abu Bakhroh Rasulullah SAW bersabda, tidak akan beruntung suatu kaum yang menyerahkan urusan mereka kepada wanita.”

Bagaimana menurut Anda, apakah wanita tidak boleh memimpin? Sebelum menjawabnya, marilah kita pertimbangkan beberapa kajian tentang hal tersebut.

Allah mensejajarkan laki-laki dan perempuan
Dalam surat Al Hujurat (49) ayat 13, Allah berfirman :
$pkšr'¯»tƒ â¨$¨Z9$# $¯RÎ) /ä3»oYø)n=yz `ÏiB 9x.sŒ 4Ós\Ré&ur öNä3»oYù=yèy_ur $\/qãèä© Ÿ@ͬ!$t7s%ur (#þqèùu$yètGÏ9 4 ¨bÎ) ö/ä3tBtò2r& yYÏã «!$# öNä39s)ø?r& 4 ¨bÎ) ©!$# îLìÎ=tã ׎Î7yz ÇÊÌÈ  

Artinya : “Wahai manusia, Sungguh Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sungguh, yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa. Sungguh Allah Maha Mengetahui lagi Maha Teliti.”

Dalam surat An Nahl (16) ayat 97, Allah berfirman :
ô`tB Ÿ@ÏJtã $[sÎ=»|¹ `ÏiB @Ÿ2sŒ ÷rr& 4Ós\Ré& uqèdur Ö`ÏB÷sãB ¼çm¨ZtÍósãZn=sù Zo4quym Zpt6ÍhŠsÛ ( óOßg¨YtƒÌôfuZs9ur Nèdtô_r& Ç`|¡ômr'Î/ $tB (#qçR$Ÿ2 tbqè=yJ÷ètƒ ÇÒÐÈ  

Artinya : “Barang siapa mengerjakan kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka pasti akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan akan Kami beri balasan dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.”

Dalam surat An Nisaa’ (4) ayat 124, Allah berfirman :
ÆtBur ö@yJ÷ètƒ z`ÏB ÏM»ysÎ=»¢Á9$# `ÏB @Ÿ2sŒ ÷rr& 4Ós\Ré& uqèdur Ö`ÏB÷sãB y7Í´¯»s9'ré'sù tbqè=äzôtƒ sp¨Yyfø9$# Ÿwur tbqßJn=ôàム#ZŽÉ)tR ÇÊËÍÈ  

Artinya : “Barang siapa yang melakukan kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan, sedangkan dia dalam keadaan beriman, maka mereka akan masuk ke dalam surga dan tidak tidak didzolimi sedikitpun.”

Dari ketiga ayat tersebut di atas, maka bisa kita maknai bahwa di hadapan Allah tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam berbuat kebajikan, yang membuat berbeda adalah tingkat ketaqwaan dan eksistensi keimanan yang ada dalam setiap diri. Dari ayat tersebut di atas juga tidak ada komparasi yang mengelompokkan laki-laki dan perempuan, namun perlombaan dalam kebajikan bersifat universal tidak memandang ia perempuan ataupun laki-laki.

Lalu, bagaimana dengan hadist dari Abu Bakhrah?
Sahabatku yang dimulyakan oleh Allah, dalam mengkaji sebuah hadist ada kalanya tekstual dan ada kalanya secara kontekstual. Misalnya, tentang kaifiyat sholat, kita memahaminya secara tekstual karena sholat adalah ibadah mahdhoh yang telah diatur secara terperinci terkait rukun dan kaifiyatnya. Sedangkan hadist-hadist yang mengarah atas hal yang bersifat kontemporer (bisa berkembang sesuatu waktu), maka kita harus memperhatikan pemaknaannya (secara kontekstual).

Muhammadiyah memahami sebuah hadist sesuai dengan semangat dan ‘illatnya, sesuai dengan kaidah ushul fiqh, yaitu :
“Hukum itu berlaku sesuai dengan ada atau tidaknya ‘illat”

Sedangkan hadist dari Abu Bakhrah, Rasulullah menyampaikan hal demikian karena pada saat itu perempuan belum cukup pengetahuan, kemampuan serta pengalaman untuk diamanahi kepemimpinan. Dibandikan dengan sekarang, perempuan jauh lebih maju. Perempuan memiliki pengetahuan dan pengalaman yang tidak kalah dengan laki-laki.

Sedangkan jika dilihat dari asbabul wurudnya (sebab-sebab munculnya hadist), Nabi Muhammad SAW bersabda demikian karena mengkritisi pengangkatan putri Persia sebagai Ratu sepeninggal ayahnya, karena putri tersebut belum mampu untuk menggantikan peran kepemimpinan.  Sedangkan di sisi lain, Al Quran menceritakan betapa bijaksananya ratu Saba’ dalam surat An Naml (27) ayat 44 :
Ÿ@ŠÏ% $olm; Í?äz÷Š$# yy÷Ž¢Ç9$# ( $£Jn=sù çmø?r&u çm÷Gt6Å¡ym Zp¤fä9 ôMxÿt±x.ur `tã $ygøŠs%$y 4 tA$s% ¼çm¯RÎ) Óy÷Ž|À ׊§yJB `ÏiB tƒÍ#uqs% 3 ôMs9$s% Å_Uu ÎoTÎ) àMôJn=sß ÓŤøÿtR àMôJn=ór&ur yìtB z`»yJøŠn=ß ¬! Éb>u tûüÏJn=»yèø9$# ÇÍÍÈ  

Artinya : “Dikatakan kepadanya (Balqis), “Masuklah ke dalam istana.” Maka ketika Balqis melihat lantai istana itu, dikiranya kolam air yang besar dan disingkapnya (penutup) kedua betisnya. Dia (Sulaiman) berkata, “Sesungguhnya ini hanya hanya lantai istana yang dilapisi kaca.” Dia (Balqis) berkata, “Ya Tuhanku, sungguh, aku telah berbuat dzalim terhadap diriku, Aku berserah diri kepada Sulaiman kepada Allah, Tuhan seluruh semesta alam.”
Ratu Saba’ (Balqis) berhasil memimpin rakyatnya kepada kemakmuran dan kesejahteraan. Apakah dengan fakta ini, hadist dari Abu Bakrah bersifat umum berlaku untuk setiap perempuan? Adalah tidak jawabnya. Hadist tersebut berlaku secara kasuistik, apabila perempuan yang hendak menjadi pemimpin belum berkompeten.

Apakah sama laki-laki dan perempuan, padahal Allah telah melebihkan laki-laki dalam surat An Nisaa’ ayat 34?
Allah SWT berfirman dalam surat An Nisaa’ ayat 34 yang bertulis :
ãA%y`Ìh9$# šcqãBº§qs% n?tã Ïä!$|¡ÏiY9$# $yJÎ/ Ÿ@žÒsù ª!$# óOßgŸÒ÷èt/ 4n?tã <Ù÷èt/ !$yJÎ/ur (#qà)xÿRr& ô`ÏB öNÎgÏ9ºuqøBr& 4 àM»ysÎ=»¢Á9$$sù ìM»tGÏZ»s% ×M»sàÏÿ»ym É=øtóù=Ïj9 $yJÎ/ xáÏÿym ª!$# 4 ÓÉL»©9$#ur tbqèù$sƒrB  Æèdyqà±èS  ÆèdqÝàÏèsù £`èdrãàf÷d$#ur Îû ÆìÅ_$ŸÒyJø9$# £`èdqç/ÎŽôÑ$#ur ( ÷bÎ*sù öNà6uZ÷èsÛr& Ÿxsù (#qäóö7s? £`ÍköŽn=tã ¸xÎ6y 3 ¨bÎ) ©!$# šc%x. $wŠÎ=tã #ZŽÎ6Ÿ2 ÇÌÍÈ  

Artinya : “Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dari hartanya. Maka, perempuan-perempuan yang sholeh adalah mereka yang taat kepada Allah, dan menjaga diri ketika suami tidak ada, karena Allah menjaga mereka....”

Dalam hal berlaku kebajikan, tiada perbedaan antara perempuan dan laki-laki. Beberapa track record perempuan dalam mengemban tugas amar ma’ruf nahi munkar adalah :
  1. Ummu Sulaim dan wanita-wanita dari kaum Anshar yang membantu pasukan muslim saat berperang, mereka bertugas mengobati dan membagikan konsumsi kepada pasukan.
  2. Istri Rasulullah, Aisyah ra, yang memimpin pasukan dalam perang jamal.
  3. Syifa’ binti Abdullah yang menjadi hakim pengadilan hisbah di pasar madinah pada masa khalifah Umar bin Khatab
Namun, perbedaan itu tetap ada dimana ada ranah yang harus diyakini bersama bahwa laki-laki adalah seorang suami (kepala keluarga) yang memberikan nafkah kepada keluarga, bertanggung jawab atas keluarga yang dipimpinya.

Pendapat-Pendapat Ulama
Menurut Syaikh Yusuf Al Qardhawi berpendapat bahwa setiap perempuan berhak untuk duduk dalam sebuah kepemimpinan di wilayah publik. Hal ini didasarkan  pada pemaknaan surat AT Taubah ayat 71 :
$tB tb%x. tûüÏ.ÎŽô³ßJù=Ï9 br& (#rãßJ÷ètƒ yÉf»|¡tB «!$# z`ƒÏÎg»x© #n?tã NÎgÅ¡àÿRr& ̍øÿä3ø9$$Î/ 4 y7Í´¯»s9'ré& ôMsÜÎ7ym óOßgè=»yJôãr& Îûur Í$¨Z9$# öNèd šcrà$Î#»yz ÇÊÐÈ  
Artinya : “dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh pada yang makruf dan mencegah dari yang munkar, melaksanakan sholat, mununaikan zakat, dan taat kepada Allah dan RasulNya. Mereka akan diberi rahmat oleh Allah. Sungguh, Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
Perempuan boleh menerima jabatan sebagai pemimpin atau memegang kendali kekuasaan menurut spesialisasi masing-masing, seperti jabatan, memberi fatwa berijtihad, pendidikan, administrasi dan sejenisnya. (al Qaradhawi, hal 529-530).

Menurut Buya Hamka, berdasar pada At Taubah ayat 71, beliau menafsirkan bahwa orang mukmin laki-laki dan perempuan, mereka bersatu dan saling memimpin satu sama lain dalam satu kesatuan i’tiqad, yaitu percaya kepada Allah SWT. Dengan kata lain, perempuan ambil bagian dalam menegakkan agama, dan membangun masyarakat beriman, baik laki-laki dan perempuan (Hamka, Tafsir Al Azhar hal 292-293).

Subhanallah, betapa Islam memberikan kedudukan kepada perempuan berupa jaminan yang tinggi dan mulia.

Kesimpulan
Bahwa laki-laki dan perempuan memiliki kesempatan yang sama dalam beramar makruf nahi munkar, derajat yang sama di hadapan Allah SWT. Namun, keterlibatan perempuan dalam kepemimpinan publik, harus memperhatikan kewajibannya dalam keluarga terlebih dahulu. Kewajiban perempuan atas pendidikan anak, mengurus rumah tangga, memelihara harta suami harus diperhatikan dan dilaksanakan agar stabilitas keluarga terjaga. Karena keluarga adalah fondasi utama untuk membangun sebuah peradaban, dan seorang ibu adalah madrasah utama bagi anak-anaknya. Wallahu ‘alam bi ash shawab.


Artikel ini ditulis ulang dari artikel Suara Muhammadiyah, edisi Juli 2012.
Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah

0 komentar:

Posting Komentar