Sahabat, ada sebuah
hadist yang mengundang kontroversi, diriwayatkan oleh Bukhori, An Nasa’i,
Tirmidzi dan Ahmad, yang berbunyi
“Dari Abu Bakhroh
Rasulullah SAW bersabda, tidak akan beruntung suatu kaum yang menyerahkan urusan
mereka kepada wanita.”
Bagaimana menurut Anda,
apakah wanita tidak boleh memimpin? Sebelum menjawabnya, marilah kita
pertimbangkan beberapa kajian tentang hal tersebut.
Allah mensejajarkan
laki-laki dan perempuan
Dalam surat Al Hujurat
(49) ayat 13, Allah berfirman :
$pkr'¯»t â¨$¨Z9$# $¯RÎ) /ä3»oYø)n=yz `ÏiB 9x.s 4Ós\Ré&ur öNä3»oYù=yèy_ur $\/qãèä© @ͬ!$t7s%ur (#þqèùu$yètGÏ9 4 ¨bÎ) ö/ä3tBtò2r& yYÏã «!$# öNä39s)ø?r& 4 ¨bÎ) ©!$# îLìÎ=tã ×Î7yz ÇÊÌÈ
Artinya : “Wahai
manusia, Sungguh Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar
kamu saling mengenal. Sungguh, yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah
adalah orang yang paling bertakwa. Sungguh Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Teliti.”
Dalam surat An Nahl
(16) ayat 97, Allah berfirman :
ô`tB @ÏJtã $[sÎ=»|¹ `ÏiB @2s ÷rr& 4Ós\Ré& uqèdur Ö`ÏB÷sãB ¼çm¨ZtÍósãZn=sù Zo4quym Zpt6ÍhsÛ ( óOßg¨YtÌôfuZs9ur Nèdtô_r& Ç`|¡ômr'Î/ $tB (#qçR$2 tbqè=yJ÷èt ÇÒÐÈ
Artinya : “Barang siapa
mengerjakan kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman,
maka pasti akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan akan Kami beri
balasan dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.”
Dalam surat An Nisaa’
(4) ayat 124, Allah berfirman :
ÆtBur ö@yJ÷èt z`ÏB ÏM»ysÎ=»¢Á9$# `ÏB @2s ÷rr& 4Ós\Ré& uqèdur Ö`ÏB÷sãB y7Í´¯»s9'ré'sù tbqè=äzôt sp¨Yyfø9$# wur tbqßJn=ôàã #ZÉ)tR ÇÊËÍÈ
Artinya : “Barang siapa
yang melakukan kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan, sedangkan dia dalam
keadaan beriman, maka mereka akan masuk ke dalam surga dan tidak tidak
didzolimi sedikitpun.”
Dari ketiga ayat
tersebut di atas, maka bisa kita maknai bahwa di hadapan Allah tidak ada
perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam berbuat kebajikan, yang membuat
berbeda adalah tingkat ketaqwaan dan eksistensi keimanan yang ada dalam setiap
diri. Dari ayat tersebut di atas juga tidak ada komparasi yang mengelompokkan
laki-laki dan perempuan, namun perlombaan dalam kebajikan bersifat universal
tidak memandang ia perempuan ataupun laki-laki.
Lalu, bagaimana
dengan hadist dari Abu Bakhrah?
Sahabatku yang
dimulyakan oleh Allah, dalam mengkaji sebuah hadist ada kalanya tekstual dan
ada kalanya secara kontekstual. Misalnya, tentang kaifiyat sholat, kita
memahaminya secara tekstual karena sholat adalah ibadah mahdhoh yang telah
diatur secara terperinci terkait rukun dan kaifiyatnya. Sedangkan hadist-hadist
yang mengarah atas hal yang bersifat kontemporer (bisa berkembang sesuatu
waktu), maka kita harus memperhatikan pemaknaannya (secara kontekstual).
Muhammadiyah memahami
sebuah hadist sesuai dengan semangat dan ‘illatnya, sesuai dengan kaidah ushul
fiqh, yaitu :
“Hukum itu berlaku
sesuai dengan ada atau tidaknya ‘illat”
Sedangkan hadist dari
Abu Bakhrah, Rasulullah menyampaikan hal demikian karena pada saat itu
perempuan belum cukup pengetahuan, kemampuan serta pengalaman untuk diamanahi
kepemimpinan. Dibandikan dengan sekarang, perempuan jauh lebih maju. Perempuan
memiliki pengetahuan dan pengalaman yang tidak kalah dengan laki-laki.
Sedangkan jika dilihat
dari asbabul wurudnya (sebab-sebab munculnya hadist), Nabi Muhammad SAW
bersabda demikian karena mengkritisi pengangkatan putri Persia sebagai Ratu
sepeninggal ayahnya, karena putri tersebut belum mampu untuk menggantikan
peran kepemimpinan. Sedangkan di sisi
lain, Al Quran menceritakan betapa bijaksananya ratu Saba’ dalam surat An Naml
(27) ayat 44 :
@Ï% $olm; Í?äz÷$# yy÷¢Ç9$# ( $£Jn=sù çmø?r&u çm÷Gt6Å¡ym Zp¤fä9 ôMxÿt±x.ur `tã $ygøs%$y 4 tA$s% ¼çm¯RÎ) Óy÷|À קyJB `ÏiB tÍ#uqs% 3 ôMs9$s% Å_Uu ÎoTÎ) àMôJn=sß ÓŤøÿtR àMôJn=ór&ur yìtB z`»yJøn=ß ¬! Éb>u tûüÏJn=»yèø9$# ÇÍÍÈ
Artinya : “Dikatakan
kepadanya (Balqis), “Masuklah ke dalam istana.” Maka ketika Balqis melihat
lantai istana itu, dikiranya kolam air yang besar dan disingkapnya (penutup)
kedua betisnya. Dia (Sulaiman) berkata, “Sesungguhnya ini hanya hanya lantai
istana yang dilapisi kaca.” Dia (Balqis) berkata, “Ya Tuhanku, sungguh, aku
telah berbuat dzalim terhadap diriku, Aku berserah diri kepada Sulaiman kepada
Allah, Tuhan seluruh semesta alam.”
Ratu Saba’ (Balqis)
berhasil memimpin rakyatnya kepada kemakmuran dan kesejahteraan. Apakah dengan
fakta ini, hadist dari Abu Bakrah bersifat umum berlaku untuk setiap perempuan?
Adalah tidak jawabnya. Hadist tersebut berlaku secara kasuistik, apabila
perempuan yang hendak menjadi pemimpin belum berkompeten.
Apakah sama
laki-laki dan perempuan, padahal Allah telah melebihkan laki-laki dalam surat
An Nisaa’ ayat 34?
Allah SWT berfirman
dalam surat An Nisaa’ ayat 34 yang bertulis :
ãA%y`Ìh9$# cqãBº§qs% n?tã Ïä!$|¡ÏiY9$# $yJÎ/ @Òsù ª!$# óOßgÒ÷èt/ 4n?tã <Ù÷èt/ !$yJÎ/ur (#qà)xÿRr& ô`ÏB öNÎgÏ9ºuqøBr& 4 àM»ysÎ=»¢Á9$$sù ìM»tGÏZ»s% ×M»sàÏÿ»ym É=øtóù=Ïj9 $yJÎ/ xáÏÿym ª!$# 4 ÓÉL»©9$#ur tbqèù$srB Æèdyqà±èS ÆèdqÝàÏèsù £`èdrãàf÷d$#ur Îû ÆìÅ_$ÒyJø9$# £`èdqç/ÎôÑ$#ur ( ÷bÎ*sù öNà6uZ÷èsÛr& xsù (#qäóö7s? £`Íkön=tã ¸xÎ6y 3 ¨bÎ) ©!$# c%x. $wÎ=tã #ZÎ62 ÇÌÍÈ
Artinya : “Laki-laki
(suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena Allah telah melebihkan
sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena
mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dari hartanya. Maka,
perempuan-perempuan yang sholeh adalah mereka yang taat kepada Allah, dan
menjaga diri ketika suami tidak ada, karena Allah menjaga mereka....”
Dalam hal berlaku
kebajikan, tiada perbedaan antara perempuan dan laki-laki. Beberapa track
record perempuan dalam mengemban tugas amar ma’ruf nahi munkar adalah :
- Ummu
Sulaim dan wanita-wanita dari kaum Anshar yang membantu pasukan muslim
saat berperang, mereka bertugas mengobati dan membagikan konsumsi kepada
pasukan.
- Istri
Rasulullah, Aisyah ra, yang memimpin pasukan dalam perang jamal.
- Syifa’
binti Abdullah yang menjadi hakim pengadilan hisbah di pasar madinah pada
masa khalifah Umar bin Khatab
Namun, perbedaan itu
tetap ada dimana ada ranah yang harus diyakini bersama bahwa laki-laki adalah
seorang suami (kepala keluarga) yang memberikan nafkah kepada keluarga,
bertanggung jawab atas keluarga yang dipimpinya.
Pendapat-Pendapat
Ulama
Menurut Syaikh Yusuf Al
Qardhawi berpendapat bahwa setiap perempuan berhak untuk duduk dalam sebuah
kepemimpinan di wilayah publik. Hal ini didasarkan pada pemaknaan surat AT Taubah ayat 71 :
$tB tb%x. tûüÏ.Îô³ßJù=Ï9 br& (#rãßJ÷èt yÉf»|¡tB «!$# z`ÏÎg»x© #n?tã NÎgÅ¡àÿRr& Ìøÿä3ø9$$Î/ 4 y7Í´¯»s9'ré& ôMsÜÎ7ym óOßgè=»yJôãr& Îûur Í$¨Z9$# öNèd crà$Î#»yz ÇÊÐÈ
Artinya : “dan
orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka menjadi
penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh pada yang makruf dan mencegah
dari yang munkar, melaksanakan sholat, mununaikan zakat, dan taat kepada Allah
dan RasulNya. Mereka akan diberi rahmat oleh Allah. Sungguh, Allah Maha Perkasa
lagi Maha Bijaksana.”
Perempuan boleh
menerima jabatan sebagai pemimpin atau memegang kendali kekuasaan menurut
spesialisasi masing-masing, seperti jabatan, memberi fatwa berijtihad,
pendidikan, administrasi dan sejenisnya. (al Qaradhawi, hal 529-530).
Menurut Buya Hamka,
berdasar pada At Taubah ayat 71, beliau menafsirkan bahwa orang mukmin
laki-laki dan perempuan, mereka bersatu dan saling memimpin satu sama lain
dalam satu kesatuan i’tiqad, yaitu percaya kepada Allah SWT. Dengan kata lain,
perempuan ambil bagian dalam menegakkan agama, dan membangun masyarakat
beriman, baik laki-laki dan perempuan (Hamka, Tafsir Al Azhar hal 292-293).
Subhanallah, betapa
Islam memberikan kedudukan kepada perempuan berupa jaminan yang tinggi dan
mulia.
Kesimpulan
Bahwa laki-laki dan
perempuan memiliki kesempatan yang sama dalam beramar makruf nahi munkar,
derajat yang sama di hadapan Allah SWT. Namun, keterlibatan perempuan dalam
kepemimpinan publik, harus memperhatikan kewajibannya dalam keluarga terlebih
dahulu. Kewajiban perempuan atas pendidikan anak, mengurus rumah tangga,
memelihara harta suami harus diperhatikan dan dilaksanakan agar stabilitas
keluarga terjaga. Karena keluarga adalah fondasi utama untuk membangun sebuah
peradaban, dan seorang ibu adalah madrasah utama bagi anak-anaknya. Wallahu ‘alam
bi ash shawab.
Artikel ini ditulis
ulang dari artikel Suara Muhammadiyah, edisi Juli 2012.
Pendidikan Ulama Tarjih
Muhammadiyah
0 komentar:
Posting Komentar