Ustadz Irfan dalam kuliah Manhaj Tarjih Muhammadiyah
menyampaikan tentang bagaimana metode dalam memutuskan hukum atas sesuatu.
Muhammadiyah dalam hal ini menggunakan metode Istiqro’ Ma’nawi, atau
dengan kata lain adalah induksi. Istilah induksi dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia adalah metode pemikiran yang bertolak dari kaidah (hal-hal atau
peristiwa) khusus untuk menentukan hukum (kaidah) yang umum atau dengan kalimat
lain, induksi berarti penarikan kesimpulan berdasarkan keadaan yang khusus
untuk diperlakukan secara umum.
Sebagai contoh, misalnya bahasan tentang patung.
Untuk menentukan patung diperbolehkan atau sebaliknya (dilarang), maka harus
ada kajian komprehensif yang harus dilakukan.
Pada zaman Nabi Ibrahim AS, beliau menghancurkan
patung-patung yang berada di dalam Ka’bah. Fungsi patung kala itu adalah
sebagai berhala, sesembahan rakyat Raja Namrud. Berhala dianggap sebagai Tuhan
yang dapat membantu mereka, mengabulkan doa mereka, serta memberi harta kepada
mereka, dan lain sebagainya.
Berbeda kondisinya saat zaman Nabi Sulaiman AS. Dalam
surat As Saba’ ayat 13, kita dapat menemukan rekam jejak tentang instruksi Nabi
Sulaiman kepada para jin untuk membuat istana Nabi Sulaiman, ada gedung,
bangunan nan tinggi serta patung-patung. Dalam hal ini, patung
diperbolehkan. Karena tidak ada tendensi perlakuan atas patung sebagai
sesembahan.
Berbeda lagi dengan zaman Nabi Muhammad SAW, dengan
kondisi kebudayaan kaum Quraisy yang mengenal wasilah dalam beribadah kepada
Allah melalui Latta, Uzza dan kawan-kawannya (berhala-berhala). Nabi Muhammad
dalam track record dakwahnya, membawa message (pesan) untuk mentauhidkan Allah
dan persamaan derajat antar umat manusia. Dalam usaha mentauhidkan Allah, Nabi
Muhammad berhadapan dengan berhala-berhala yang dijadikan oleh kaum quraisy
sebagai sesembahan. Hingga pada akhirnya, saat fathul makkah (penaklukkan kota
mekah), ka’bah berhasil dinetralisir (dibersihkan) dari berbagai macam berhala.
Karena ada tendensi umat menjadikannya sebagai sesembahan (virus tauhid), pada
zaman ini, berhala dilarang.
Kesimpulan yang didapat adalah, boleh atau tidaknya
patung tergantung dengan maksud dibuat dan tujuan penggunaannya. Bila patung
dijadikan sebagai tandingan Allah, maka hancurkan atau haram hukumnya. Namun,
bila patung untuk kepentingan seni, misalnya sebagai monumen dan sebagainya,
hukumnya adalah boleh-boleh saja.
Menentukan hukum atas sesuatu, tidaklah semudah
membalikkan telapak kaki, bahkan lebih sulit. J Begitulah cara Muhammadiyah menentukan hukum atas
sesuatu. Ayat-ayat Allah sangatlah luas, yuk mari belajar lebih dalam.
0 komentar:
Posting Komentar