Minggu, 09 Desember 2012

Secangkir kopi untukmu, Sahabatku.


Sebuah kisah, yang membuat hati ini teringat dengan doa robithoh (ikatan hati). Lagu andalan kelompok Nasyid kami saat di SMA dahulu. Selalu awal kunyanyikan, selalu mengundang perhatian banyak orang, membuat pendengar menundukkan pandangan, merenungi isi dari doa robithoh tersebut...

Inilah syairnya :
Sesungguhnya Engkau tahu,
Bahwa hati ini telah berpadu,
Berhimpun dalam naungan cintaMu,
Bertemu dalam ketaatan,
Bersatu dalam perjuangan,
Menegakkan syariat dalam kehidupan

Kuatkanlah ikatanNya,
Kekalkanlah cintaNya,
Tunjukilah jalan-jalanNya,
Terangilah dengan cahayaMu,
Yang tiada pernah padam,
Ya Robbi, bimbinglah kami...

Lapangkanlah dada kami,
Dengan karunia iman,
Dan indahnya tawakal padaMu,
Hidupkan dengan ma’rifatMu,
Matikan dalam syahid di jalanMu,
Engkaulah pelindung dan Pembela...

Mengingat memori indah saat dulu. J Lalu berlanjut pada kisah :

Seorang teman bercerita kepadaku,
“Subhanallah, tadi saya minum kopi, mantap banget rasanya... J, tahu ndak kenapa?”

Dalam benakku, berputarlah opini-opini tentang si kopi, dimana warung kopi itu, rasa kopinya pasti mantap, atau karena merknya yang sudah terkenal dan mahal, atau mungkin juga penyajiannya yang luar biasa, dengan aroma sentuhan timur tengah mungkin, ehem...jangan-jangan karena keramahan penjualnya.

Kemudian, aku menjawab,
“pasti karena tempatnya ya? Dimana sih? Atau karena rasa dan merk kopinya? Atau karena keramahan penjualnya, atau kopinya disajikan dengan cara yang menarik?”

Temanku menjawab,
“bukan karena itu semua, brian... Rasa kopinya biasa saja, tidak bermerk. Harganya hanya seribu rupiah satu gelasnya. Tempatnya pun hanya gubug reot dari anyaman bambu. Kalau ditanya penjualnya siapa, ia hanya seorang nenek tua yang sudah lanjut, bahkan sapaannya pun hampir aku tiada mendengarnya.
Brian... Kopi itu terasa nikmat, karena ada sahabatku yang datang membersamaiku menyeduh segelas kopi, ia adalah sahabat kecilku, yang kini telah merantau di negeri orang. Namun, sekarang, ia menyempatkan waktu berjumpa dengan ku.”

Sahabatku yang disayangi Allah,
Terkadang kita mengukur kabahagiaan dengan tolak ukur bendawi, harta, rumah, merk kopi uang kita minum (hehe), jam tangan bertuliskan merk dunia, lantas mengabaikan yang lainnya. Kebersamaan adalah kebahagiaan, ia yang membuat kita kuat dan teguh dalam menjalani kehidupan. Sahabat adalah mereka yang mengobati di kala sayatan melukai batin kita, saat hujan ujian menimpa diri kita, saat iman berjalan gontai hampir ambruk, sahabatlah yang akan menguatkan kita.

Sesungguhnya manusia diciptakan oleh Allah untuk saling mengenal, saling memahami, bertasamuh dan saling membantu. Kehidupan ini begitu singkat, yuk kita upayakan dengan sebaik-baiknya.

Terimakasih kepada sosok yang memberiku inspirasi, menjadikan tulisan ini tertata rapi, yah, sebuah tulisan yang lahir dari ruang kuliahnya, selalu memberikan hal baru dalam hidupku, menjadikan berharga untuk ditulis dan disampaikan. Balighu ‘anni walau ayah.







0 komentar:

Posting Komentar