Menulis bagiku adalah mimpi yang nyata. Bukti
perjalanan hidup yang akan mudah difahami orang-orang setelahku, aku punya
bukti, aku punya kisah, untuk perbaikan atau malah dilalaikan. Menulis bagiku
adalah sama seperti ungkapan Chekhov, bahwa orang akan menjadi lebih baik hanya
ketika kamu membuatnya melihat seperti apa dirinya, iya benar, bahwa menulis
adalah caraku berpendapat tentang sesuatu yang kulihat, kurasakan, bahkan
sesuatu di luar sana yang kuinginkan, bukan hanya itu, sesuatu yang ingin
kutendang keluar jauh dari galaksi bimasakti, sesak dan kepedihan, luka dan
kesakitan, begitu juga dengan kebahagiaan, rasa cinta, ataupun cemburu. Sungguh
menarik. Menulis bagiku adalah cara berfantasi ke negeri antah berantah,
tempatku menanam impian dan idealism ku. Berkaca pada air yang bening, melihat
struktur wajah ku yang mulai keriput kusam, berkaca pada cermin yang tidak
lebih jujur dari kawanku saat kutanya tentang ini dan itu. Menulis
mengembalikan ku pada dunia yang ingin ku rasakan khidmatnya berduaan dengan
Zat yang Maha Agung. Menulis membuatku terbebas dari belenggu-belenggu yang mau
tahu apa yang kurasa. Menulis, ya dengan menulis.
Saat aku bosan dengan si dia yang mengajariku tentang
perangkat lunak, aku pun menuliskan puisi kesedihanku untuk kuungkapkan dikala
aku merindunya. Saat aku pusing dengan kepalaku sendiri, aku menuliskan
pelbagai macam obat yang tak bisa kubeli untuk kesembuhanku, hingga waow
pusingku lenyap. Lucu kah? Terkadang begitu apa yang terjadi. Menulis adalah
energy terbesar dalam kehidupanku. Dengan menulis, aku mampu menempatkannya di
rongga dada sebelah kiri, selalu bernafas dan mengingat namanya sirkuit O2 dan
CO2. Teringat lagi dengan pelajaranku saat SD dulu. Saat itu guruku menyatakan,
bahwa CO2 itu jelek dan O2 itu bagus. Aku baru berpikir sekarang, bahwa input
dan output tak sejalan, inputnya baik outputnya buruk, mengerikan. Lalu apakah
ini kehidupan yang banyak diperdebatkan orang? Terus ku menulis hingga tangan
ini mulai resah, resah karena pegal disetiap sendi, namun hatiku pasang ego
tinggi untuk terus paksa bergerak. Menulis dan menulis katanya.
Menulis adalah merencanakan hidup. Bagaimana bisa
menulis merencanakan hidup? Hidup yang seperti apa, apakah tentang cita-cita
atau sekedar profesi? Sejauh yang kutahu, hidup adalah as sulam untuk
mendapatkan as salam. As sulam adalah tangga dan as salam adalah kebahagiaan.
Jadi, kata ustadzku bahwa kerangka kehidupan dalam islam sudah jelas, islam
adalah media ataupun tangga untuk meraih kebahagiaan. Bagaimana bahagia menurutmu?
Hati-hati kalau jawab. Bila tak hati-hati dan salah mendefinisikannya, hasilnya
adalah output berupa CO2 yang memberikan sesak bagi masyarakat karena ulah
wakil rakyat di pucuk-pucuk sana. Hmmmm, jadi ingat merk teh yang unggulkan
pucuk-pucuknya. Tampaknya harus berfikir untuk setia kepada merk teh yang
apapun makannya, minumnya teh merk itu. Pucuk tidak selalu manis, pucuk tak
selalu kuat.
Sahabatku, maafkan aku jika ada ucap dan huruf yang
membuatmu mengingatku, bias karena salahku atau rindu padaku yang menempel di
hatimu.
azzam
0 komentar:
Posting Komentar