انّ الحمدل اللّة نحمده و
تستعينه و نستغفره و نعوذ با لله من شرور أنفسنا و من سيّئات أعمالنا من يهده الله
فلا مضلّ له ومن يضلل فلا ها ديله. اللّهمّ صلّ وسلّم على محمّد و على اله و صحنه
أجمعين. أمّا بعد.
Alangkah beruntungnya, orang yang menahan diri dari kesia-siaan
perkataan dan menggantikannya dengan berfikir. Berkata sia-sia membuang waktu, sedangkan
berfikir membuka pintu hikmah. Alangkah beruntungnya orang yang kuasa menahan
lisannya dan menggantikannnya dengan berdzikir. Berkata sia-sia mengundang bala
bencana, sedangkan dzikir mengundang rahmat. Setiap manusia diberikan modal
oleh Allah, modal itu adalah waktu. Waktu tak memandang siapa, waktu berlaku
untuk semua. Dan manusia yang beruntung adalah mereka yang memanfaatkan modal
dengan sebaik-baiknya untuk mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat.
Maka, kemuliaan dan kehormatan bisa dilihat dari
bagaimana menggunakan waktu dalam menjaga lisannya, segala yang yang teruntai
dari tutur katanya, menyejukkan atau menyesakkan, menyakitkan atau
membahagiakan.
Allah berfirman dalam surat Al Mu’minun ayat 1 dan 2 :
قَدْ أَفْلَحَ
الْمُؤْمِنُونَ (١)الَّذِينَ هُمْ فِي صَلاتِهِمْ خَاشِعُونَ (٢)وَالَّذِينَ هُمْ عَنِ
اللَّغْوِ مُعْرِضُونَ (٣)
artinya
“Sesungguhnya
beruntunglah orang-orang yang beriman, yaitu orang-orang yang khusyu' dalam
sembahyangnya, dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan
perkataan) yang tiada berguna”
Salah satu ciri martabat keislaman muslim dapat
dilihat dari bagaimana ia berjuang secara keras menghindarkan diri dari
kesia-siaan. Semakin larut ia dalam kesia-siaan, maka semakin tampak keburukan
keislamannya dan semakin akrab dengan bala bencana. Bila berkata tanpa menjaga
diri, maka kata-kata yang terucap akan menyeret ke dalam kesulitan. Maka
sebelum berkata, kata-kata harus ditawan, karena sekali kita berkata, kitalah
yang akan ditawan oleh kata-kata. Bila ingin selalu mensucikan hati,
meningkatkan derajat diri dan terhindar dari bala bencana, maka harus menjaga
lisan dengan sebaik-baiknya. Nabi Muhammad SAW bersabda, “Fal yaqul khoiron
au lisyasmut.”, berkatalah yang baik, jika tidak bisa maka diamlah. Dalam
hal ini, bukan perkara panjang dan pendek perkataan, namun seberapa mampukah
perkataan itu dipertanggungjawabkan. Lidah bergerak tanpa biaya, namun mampu
mengundang bencana. Diam lebih baik dari berkata yang sia-sia, namun ada yang
lebih baik dari diam, yaitu berkata yang bermanfaat, qoulan sadiida.
Ada 4 syarat untuk memenuhi perkataan yang baik, yaitu
:
a. Bersih dari bohong
maupun dusta
Ucapan yang
sampaikan harus dapat dipertanggungjawabkan. Jangan sampai mengucapkan sesuatu
yang belum ada keyakinan dalam diri. Dan juga jangan mengucapkan sesuatu hanya
dengan niatan membuat orang lain terkesima, namun ada dusta di dalam dusta.
Kedustaan mutal diketahui oleh Allah, dan sangat mudah bagi Allah untuk
membukanya. Allah Maha mengetahui yang dzahir dan batin. Maka tampillah dan
berkata apa adanya.
b. Li kulli maqom ma qol
wa likulli maqol maqom
Prof. Dr Quraish
Shihab menyatakan li kulli maqom ma qol wa likulli maqol maqom, artinya setiap
kata ada tempat terbaik, setiap tempat ada perkataan paling tepat. Ma’rifatul
maidan (analisa medan) dan emotional
intelligent (kemampuan emosional) adalah syarat wajib untuk mengerti dimana dan
kapan kita harus menyampaikan sesuatu. Berbicara adalah hal yang mudah, bagian
yang sulit adalah mengkondisikannya. Pembicara terbaik, sangat bisa menilai
situasi kapan dia berbicara. Tak hanya faham dan fasih dalam bicara. Tak hanya
memaksakan kehendak atas apa yang akan disampaikan.
c.
Berkemampuan untuk memperhalus kata-kata agar tidak
menjadi duri maupun pisau yang melukai.
Saat kita berbuat
kesalahan, kita merindukan orang lain bersikap bijak kepada kesalahan kita.
Untaian kata hinaan, celaan, makian terhadap kita akan membuat kita semakin
dalam luka, dan semakin tumbuh dendam sekaligus apatis terhadap apa yang
disampaikan. Maka, masuklah ke dalam dunia pendengar, salami dan fahami apa
yang terjadi, maka tentukanlah perkataan yang tepat bagi mereka.
d. Apa yang kita katakan
bernilai manfaat
Siapa yang
menabur pasti akan menuai, begitu pepatah mengatakan. Menebar benih kebajikan
adalah awal langkah menuai kebaikan pula. Bila yang kita sampaikan adalah madu,
maka madu itu akan mengobati sakit dalam raga. Bila yang kita sampaikan semanis
gula, ia akan membuat the lebih berasa dan memberikan manfaat bagi yang
meminumnya.
Azzam
0 komentar:
Posting Komentar