Jumat, 22 Maret 2013

Menjaga Lisan


انّ الحمدل اللّة نحمده و تستعينه و نستغفره و نعوذ با لله من شرور أنفسنا و من سيّئات أعمالنا من يهده الله فلا مضلّ له ومن يضلل فلا ها ديله. اللّهمّ صلّ وسلّم على محمّد و على اله و صحنه أجمعين. أمّا بعد.

Alangkah beruntungnya, orang yang menahan diri dari kesia-siaan perkataan dan menggantikannya dengan berfikir. Berkata sia-sia membuang waktu, sedangkan berfikir membuka pintu hikmah. Alangkah beruntungnya orang yang kuasa menahan lisannya dan menggantikannnya dengan berdzikir. Berkata sia-sia mengundang bala bencana, sedangkan dzikir mengundang rahmat. Setiap manusia diberikan modal oleh Allah, modal itu adalah waktu. Waktu tak memandang siapa, waktu berlaku untuk semua. Dan manusia yang beruntung adalah mereka yang memanfaatkan modal dengan sebaik-baiknya untuk mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat.
Maka, kemuliaan dan kehormatan bisa dilihat dari bagaimana menggunakan waktu dalam menjaga lisannya, segala yang yang teruntai dari tutur katanya, menyejukkan atau menyesakkan, menyakitkan atau membahagiakan.

Allah berfirman dalam surat Al Mu’minun ayat 1 dan 2 :
قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ (١)الَّذِينَ هُمْ فِي صَلاتِهِمْ خَاشِعُونَ (٢)وَالَّذِينَ هُمْ عَنِ اللَّغْوِ مُعْرِضُونَ (٣)
artinya
“Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, yaitu orang-orang yang khusyu' dalam sembahyangnya, dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna”

Salah satu ciri martabat keislaman muslim dapat dilihat dari bagaimana ia berjuang secara keras menghindarkan diri dari kesia-siaan. Semakin larut ia dalam kesia-siaan, maka semakin tampak keburukan keislamannya dan semakin akrab dengan bala bencana. Bila berkata tanpa menjaga diri, maka kata-kata yang terucap akan menyeret ke dalam kesulitan. Maka sebelum berkata, kata-kata harus ditawan, karena sekali kita berkata, kitalah yang akan ditawan oleh kata-kata. Bila ingin selalu mensucikan hati, meningkatkan derajat diri dan terhindar dari bala bencana, maka harus menjaga lisan dengan sebaik-baiknya. Nabi Muhammad SAW bersabda, “Fal yaqul khoiron au lisyasmut.”, berkatalah yang baik, jika tidak bisa maka diamlah. Dalam hal ini, bukan perkara panjang dan pendek perkataan, namun seberapa mampukah perkataan itu dipertanggungjawabkan. Lidah bergerak tanpa biaya, namun mampu mengundang bencana. Diam lebih baik dari berkata yang sia-sia, namun ada yang lebih baik dari diam, yaitu berkata yang bermanfaat, qoulan sadiida.

Ada 4 syarat untuk memenuhi perkataan yang baik, yaitu :
a.     Bersih dari bohong maupun dusta
Ucapan yang sampaikan harus dapat dipertanggungjawabkan. Jangan sampai mengucapkan sesuatu yang belum ada keyakinan dalam diri. Dan juga jangan mengucapkan sesuatu hanya dengan niatan membuat orang lain terkesima, namun ada dusta di dalam dusta. Kedustaan mutal diketahui oleh Allah, dan sangat mudah bagi Allah untuk membukanya. Allah Maha mengetahui yang dzahir dan batin. Maka tampillah dan berkata apa adanya.
b.     Li kulli maqom ma qol wa likulli maqol maqom
Prof. Dr Quraish Shihab menyatakan li kulli maqom ma qol wa likulli maqol maqom, artinya setiap kata ada tempat terbaik, setiap tempat ada perkataan paling tepat. Ma’rifatul maidan (analisa medan) dan  emotional intelligent (kemampuan emosional) adalah syarat wajib untuk mengerti dimana dan kapan kita harus menyampaikan sesuatu. Berbicara adalah hal yang mudah, bagian yang sulit adalah mengkondisikannya. Pembicara terbaik, sangat bisa menilai situasi kapan dia berbicara. Tak hanya faham dan fasih dalam bicara. Tak hanya memaksakan kehendak atas apa yang akan disampaikan.
c.      Berkemampuan untuk memperhalus kata-kata agar tidak menjadi duri maupun pisau yang melukai.
Saat kita berbuat kesalahan, kita merindukan orang lain bersikap bijak kepada kesalahan kita. Untaian kata hinaan, celaan, makian terhadap kita akan membuat kita semakin dalam luka, dan semakin tumbuh dendam sekaligus apatis terhadap apa yang disampaikan. Maka, masuklah ke dalam dunia pendengar, salami dan fahami apa yang terjadi, maka tentukanlah perkataan yang tepat bagi mereka.
d.     Apa yang kita katakan bernilai manfaat
Siapa yang menabur pasti akan menuai, begitu pepatah mengatakan. Menebar benih kebajikan adalah awal langkah menuai kebaikan pula. Bila yang kita sampaikan adalah madu, maka madu itu akan mengobati sakit dalam raga. Bila yang kita sampaikan semanis gula, ia akan membuat the lebih berasa dan memberikan manfaat bagi yang meminumnya.

Azzam

0 komentar:

Posting Komentar